Kuliah Umum Linguistik: Bahasa Melayu Mardiker melalui Senarai Kata Tahun 1780

Jakarta, 10 April 2025—Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
(Kemendikdasmen), menyelenggarakan kuliah umum kebahasaan untuk memperkaya
wawasan keilmuan staf teknis di lingkungan Badan Bahasa dan masyarakat umum.
Kali ini, kuliah umum mengangkat topik menarik tentang sejarah dan dinamika
bahasa Melayu Mardiker melalui senarai kata tahun 1780. Kegiatan ini
diselenggarakan pada Kamis (10/8), pukul 09.00–12.00 WIB secara hibrida di Aula
Sasadu, Badan Bahasa, dan dapat diikuti secara daring melalui Zoom dan kanal
YouTube Badan Bahasa.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Prof. Dr. Tom
Hoogervorst dari Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV),
Leiden, Belanda, yang dimoderatori oleh Dora Amalia, Kepala Pusat Pengembangan
dan Pelindungan Bahasa dan Sastra. Dalam paparannya, Hoogervorst membedah
bahasa Melayu Mardiker yang berkembang di Batavia dan sekitarnya pada abad
ke-18. Bahasa ini sering digunakan bersamaan dengan bahasa Kreol Portugis di
komunitas multibahasa, seperti komunitas Mardijker. Perspektif yang ditawarkan
membuka kemungkinan baru dalam memahami sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
Hafidz Muksin, Kepala Badan
Bahasa, dalam sambutannya menyampaikan “Badan
Bahasa sebagai salah satu unit kerja di Kemendikdasmen yang bertugas
melaksanakan pengembangan, pembinaan dan pelindungan di bidang Bahasa dan
sastra, terus berupaya agar bahasa Indonesia senantiasa diutamakan, bahasa
daerah dilestarikan, dan bahasa asing dapat dikuasai oleh generasi muda sebagai
pewaris perjuangan bangsa”.
“Bahasa Melayu menjadi salah satu bahasa
daerah di Indonesia yang banyak digunakan di beberapa daerah dengan berbagai
dialeknya. Bahasa Melayu Mardiker merupakan salah salah satu di antaranya yang
ada pada tahun 1780. Bahasa Melayu yang ada saat ini, misalnya di Sumatera Utara, memiliki beberapa dialek, seperti Bahasa
Melayu dialek Panai, Bahasa Melayu dialek Sorkam, dan Bahasa Melayu dialek Nias.
Sementara itu, di Kalimantan terdapat bahasa Melayu dialek Kotawaringin, bahasa Melayu dialek Sukamara, dan bahasa Melayu
dialek Kutai Kota Bangun”, terangnya.
Kuliah umum ini sangat menarik untuk menguak sejarah perjalanan bahasa
Indonesia. Ada rumpang-rumpang sejarah bahasa Indonesia yang mungkin belum kita
pelajari secara utuh dan mendalam. Kuliah umum ini memberi pandangan dan
wawasan baru untuk melihat bagaimana dan seperti apa gambaran bahasa Indonesia
pada masa lampau. Acara ini menjadi
ruang diseminasi ilmu yang kredibel dan berpengaruh. Kuliah umum ini juga
menjadi bagian dari ikhtiar untuk wujudkan budaya terus belajar guna memperbarui
pengetahuan staf teknis Badan Bahasa secara terus-menerus.
Bahasa Melayu
Mardiker memiliki keterkaitan erat dengan varian-varian Melayu lainnya, seperti
Melayu Ambon, Melayu Sri Lanka, bahkan Melayu Cape Town. Penelusuran historis
yang dilakukan melalui dokumen senarai kata dari tahun 1780 memberikan gambaran
yang kaya tentang lanskap kebahasaan masa lampau. Pertanyaan tentang kapan
bahasa ini bergeser menjadi Melayu Betawi menjadi salah satu pokok bahasan
penting. Pengetahuan ini menjadi krusial untuk merekonstruksi sejarah bahasa
Indonesia secara lebih utuh.
KITLV bukanlah lembaga asing bagi Badan Bahasa. Sejak
masa kolonial kerja sama telah terjalin erat, dimulai ketika Gerrit Jan Held
memimpin Balai Bahasa Jakarta dan menerbitkan tulisan-tulisan di jurnal Bijdragen
tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Salah satu terbitan pentingnya membahas suku dan bahasa Waropen di Papua
pada 1947. Hubungan intelektual ini menjadi fondasi kuat untuk kolaborasi ke
depan.
Pada era Pusat Bahasa, kerja sama dengan KITLV kian erat,
terutama dalam penerbitan karya-karya linguistik terkemuka. Beberapa contohnya
antara lain karya Amran Halim tentang intonasi, Anton Moeliono tentang
pengembangan bahasa, dan Sudaryanto tentang struktur kalimat bahasa Indonesia.
Penelitian ini merupakan bagian dari serial ILDEP yang melibatkan banyak pakar
bahasa ternama. Bahkan rujukan KBBI pun sebagian mengambil dari kamus-kamus
terbitan KITLV seperti Kamus Jawa Kuno dan Kamus Belanda-Indonesia.
Meski kerja sama dengan KITLV sempat surut karena
dinamika birokrasi dan pergeseran arah kelembagaan, kolaborasi ilmiah tetap
berjalan secara insidental. Pada 2009, Pusat Bahasa menerbitkan Iluminasi
dalam Surat-Surat Melayu Abad ke-18 dan ke-19 karya Mu’jizah yang merupakan
hasil kerja sama dengan KITLV. Karya
tersebut membuka wawasan baru dalam kajian naskah lama dan filologi. Hal ini menunjukkan bahwa kerja sama ilmiah tetap
diperlukan meski tantangan birokrasi kian kompleks.
Kuliah umum kali ini bukan sekadar agenda ilmiah biasa,
tetapi dapat menjadi titik balik untuk merintis kembali kerja sama yang lebih
erat antara Badan Bahasa dan KITLV. Diseminasi hasil penelitian penting
dilakukan agar publik dan pemangku kepentingan dapat mengakses temuan-temuan
linguistik. KITLV sebagai
lembaga riset yang berpengalaman tentu dapat menjadi mitra strategis. Badan
Bahasa pun dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperluas jejaring
internasional.
Kegiatan kuliah umum juga menjadi sarana penyegaran
pengetahuan bagi para Widyabasa dan staf teknis di Badan Bahasa agar dapat
menyimak dan menyikapi hasil kajian ilmiah secara kritis. Kuliah ini juga
memberikan kontribusi berupa konversi jam pelajaran sebagai bagian dari
pengembangan kompetensi SDM di bidang kebahasaan yang menjadi komitmen Badan
Bahasa.
Dengan segala capaian dan peluang yang ditawarkan, kuliah
umum linguistik ini menjadi bukti bahwa sejarah bahasa bukan sekadar catatan
masa lalu. Ia adalah refleksi tentang jati diri, keragaman, dan perjalanan
bangsa dalam merawat bahasa persatuan. Semoga kegiatan ini menjadi pintu
pembuka bagi penelitian dan kajian lanjutan yang lebih mendalam. Bahasa
Indonesia yang kita gunakan hari ini adalah warisan panjang yang perlu terus dibina,
dijaga, dan dikembangkan bersama.
“Kosakata yang terdapat dalam senarai kata dari tahun 1780 ini dapat menjadi bahan pemerkayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kosakata dalam bahasa Indonesia perlu terus ditingkatan dan kegiatan ini semoga dapat menjadi inspirasi untuk terus mengembangkan kosakata bahasa Indonesia. Selain itu, Mardiker bukan hanya merupakan kaum/komunitas melainkan juga ragam bahasa yang akan ditambahkan polisemnya dalam KBBI”, ujar Dora Amalia mengakhiri sesi kuliah umum ini (MA).
Dokumentasi