Novel Sketsa Bidadari karya S. Tary: Perselingkuhan Bukanlah Hal yang Dapat Dinormalisasikan

Terdapat berita kasus perselingkuhan yang kerap kita dengar, baik secara nyata di sekitar kita maupun di dunia maya. Tak jarang kita sebagai warganet (netizen) dapat menilai dan memberikan komentar terhadap apa yang kita lihat. Tentunya komentar berisi hujatan, penghakiman, dan sebagainya. Sisi positif dari maraknya berita kasus perselingkuhan ialah banyak kaum muda selektif dalam memilih pasangan. Namun, perselingkuhan bukanlah hal yang patut dibanggakan dan dinormalisasikan. Banyak yang akan terdampak ketika seseorang terjerumus dalam perselingkuhan, seperti keluarga, saudara, kerabat, hingga pekerjaan. Namun, yang paling terdampak adalah sang anak.

Dalam salah satu karya S. Tary yang berjudul Sketsa Bidadari, yang merupakan novel remaja tahun 2009 dan berkisah tentang cinta anak dan ibu ketika diuji, diceritakan kehidupan remaja putri bernama Nawang yang sejak kecil tinggal bersama Nenek di rumah kayu di tepi telaga. Nawang selalu menanyakan keberadaan ibunya. Namun, Nenek hanya menjawab bahwa sang Ibu adalah seorang bidadari yang muncul ketika malam purnama. Nawang kecil dapat memercayainya, tetapi tidak lagi ketika ia dewasa. Rasa penasaran terhadap ibunya makin besar, terlebih ketika muncul bidadari pada setiap lukisannya.

Nawang sangat pandai melukis. Namun, ia tak dapat melukis dengan terencana. Ia hanya dapat melukis dengan mengikuti kuas jarinya. Dalam lukisan yang dihasilkan pun cenderung terdapat bidadari. Pada suatu malam, Nawang meminta izin kepada sang Nenek untuk melukis di tepi telaga. Ia tak sengaja menjatuhkan hiasan kayu. Hiasan kayu pun pecah dan Nawang menemukan selembar kartu pos berisi gambar seorang wanita cantik. Nawang terkejut dan buru-buru menyimpan foto tersebut. Ia melanjutkan perjalanan ke telaga dan mulai melukis. Nawang tak tahu apa yang akan ia lukis kali ini. Namun, betapa terkejutnya ia saat melukis seraut wajah yang selalu muncul dalam lukisan yang kini tampak lebih jelas. Nawang membeku melihat lukisan itu dan perlahan ia mengeluarkan kartu pos yang baru saja ia temukan. Seraut wajah dalam lukisan dan foto itu sangatlah mirip.

Bakat melukis Nawang telah diakui oleh seluruh temannya. Bahkan, guru seninya, Pak Kukuh, meminta Nawang menjadi delegasi lomba melukis. Nawang telah menolak karena ia tak dapat melukis objek. Namun, Pak Kukuh tetap meyakinkan Nawang. Dalam lukisan Nawang pada lomba melukis itu pun terdapat siluet bidadari. Pak Kukuh dan beberapa temannya kecewa dan membuat Nawang membenci melukis. Berbeda dengan peserta lukis sebelahnya, Melati. Ia tampak takjub pada lukisan Nawang. Melati pun meminta alamat rumah dan sekolah Nawang agar dapat berkomunikasi lebih lanjut.

Rasa penasaran terhadap sosok wanita dalam lukisan tak menghilang begitu saja. Nawang memberanikan diri mendesak Nenek untuk bercerita dengan menunjukkan gambar dalam kartu pos. Nenek marah hingga jatuh sakit. Nawang merasa bersalah sebab Nenek banyak diam. Suatu hari Nenek mulai berbicara panjang. Ia berkata agar Nawang pergi ke sekolah karena ia sudah merasa membaik. Nenek akan dijaga oleh keluarga Nuri yang merupakan tetangga dan sahabat Nawang. Nawang pun mengikuti perintahnya. Namun, saat Nawang berada di sekolah, ia mendapat kabar bahwa Nenek meninggal.

Nawang sangat terpukul ketika Nenek meninggal. Ia tak memiliki keluarga lagi dan sebatang kara. Hanya ada tetangga dan sahabat dekat yang membantunya. Namun, ia tetap melanjutkan hidupnya. Ia tak menyerah begitu saja. Hari demi hari berlanjut hingga tiba hari kelulusan. Nawang dan Nuri pun mengikuti ujian kelulusan dengan baik.

Nawang belum memutuskan apakah akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Lalu, suatu saat ia menerima surat dari Melati, seseorang yang duduk sebelah Nawang saat lomba melukis. Melati mengundang Nawang pergi ke Jakarta untuk mengunjungi pameran lukisan pertama yang diadakan oleh Melati. Nuri pun mendesak Nawang untuk pergi ke Jakarta agar dapat mencari inspirasi baru. Nawang pun menyetujuinya.

Melati berkata bahwa ia akan menjemput Nawang ketika tiba di Stasiun Gambir. Namun, yang terjadi adalah seorang pria yang bernama Raka datang menjemputnya. Setelah Raka meyakinkan Nawang bahwa ia adalah rekan Melati, Nawang pun setuju dan bertemu dengan Melati. Melati tak dapat menjemputnya karena sedang mempersiapkan keperluan pameran untuk esok hari sehingga meminta kakaknya untuk menjemput Nawang.

Pertunjukan pameran berlangsung selama 3 hari. Banyak pengunjung yang datang pada hari pertama. Keluarga, kerabat, dan sahabat dekat Melati datang mengunjunginya. Namun, terdapat seseorang yang tak hadir dalam pameran hari pertama, yaitu papa Melati. Melati kecewa dengan sikap papanya karena lebih mementingkan pekerjaannya daripada keluarganya. Nawang sedikit tahu mengenai keluarga Melati. Keluarga Melati utuh dan lengkap, tetapi terdapat masalah di dalamnya.

Suatu hari terjadi pertengkaran hebat di meja makan, yaitu antara Melati dan papanya. Ia meninggalkan meja makan terlebih dahulu. Kemudian, Nawang ingin menyusulnya, tetapi Raka menahannya dan mengajak Nawang menonton film. Raka pun meminta maaf atas masalah yang terjadi dan memberi tahu Nawang bahwa keluarganya sering bertengkar. Nawang memahaminya. Setelah selesai menonton film, ia berjalan menuju kamar Melati dan melihat Melati masih menangis sesenggukan. Ia mencoba menenangkannya. Saat Melati sudah tenang, ia bercerita kepada Nawang bahwa ia sering kecewa kepada papanya. Melati pun sering mendengar pertengkaran antara orang tuanya dan mendengar bahwa sang Papa memiliki wanita simpanan. Ketika mendengar hal itu, Nawang sedikit terkejut. Ia merasa kasihan kepada Melati. Namun, Melati hanya kasihan kepada sang Mama. Mama Melati sangat baik dan tidak pantas mendapatkan Papa.

Melati pun berusaha mencari identitas wanita simpanan Papa untuk diberitahukan kepada Mama agar Mama dapat bercerai dengan Papa. Ia pun mendapat indentitas dan alamat rumah wanita simpanan Papa dari sekretaris kantor Papa dan mengajak Nawang untuk mencari alamat tersebut. Nawang dan Melati pun mencari alamat tersebut hanya bermodal Google Maps. Wulan, nama wanita simpanan papa Melati, adalah informasi yang Nawang ketahui.

Sampailah mereka di alamat yang dituju, yaitu rumah minimalis bercat krem dengan konsep mewah yang berada di perumahan elite. Saat Nawang dan Melati akan turun dari mobil, ia melihat gerbang garasi terbuka dan keluarlah sebuah mobil putih. Ya, itu mobil milik papa Melati. Ia sangat kecewa dengan yang dilihatnya. Tak lama kemudian seorang wanita cantik muncul dari dalam gerbang untuk melihat kepergiaan mobil itu. Nawang membeku ketika melihat wanita tersebut. Ya, wanita itu sangat mirip dengan seraut wajah di lukisan Nawang dan kartu pos yang ia temukan. Wanita itu pun kembali masuk ke dalam rumah. Nawang bertanya apakah Melati ingin mengunjungi rumah itu lagi. Melati enggan. Namun, berbeda halnya dengan Nawang. Ia sangat ingin mengunjungi rumah tersebut kembali untuk mengetahui siapa wanita itu sebenarnya.

Melati jatuh sakit setelah melihat mobil sang Papa keluar dari rumah wanita simpanannya dengan mata sendiri. Sudah cukup lama ia memiliki riwayat penyakit asam lambung kronis. Namun, akhir-akhir ini penyakit itu lebih sering kambuh karena ia mengalami stres. Melati dibawa ke rumah sakit untuk dirawat inap. Suatu hari Nawang yang selalu menjaganya diminta untuk beristirahat di rumah karena badannya terlihat lelah. Kesempatan itu Nawang gunakan untuk mengunjungi kembali rumah krem milik Wulan.

Nawang memperkenalkan diri sebagai keponakan dari Wulan dan dipersilakan masuk. Pada saat itu Wulan sedang pergi ke butik. Di rumah tersebut terdapat beberapa foto terpampang yang salah satunya adalah foto Wulan bersama papa Melati. Nawang pun bertanya kepada penjaga rumah tentang apakah Wulan sudah menikah dan mengapa tidak memberinya kabar. Penjaga rumah menjawab bahwa Wulan belum menikah dan ia berkata bahwa akhir-akhir ini majikannya sering bertengkar dan ia mendengar bahwa pasangan tersebut memiliki anak yang masih hidup. Namun, anak tersebut diasuh oleh penjaga lain yang bernama Patmi. Penjaga rumah tersebut tak tahu keberadaan Patmi saat ini.

Nawang membeku. Patmi adalah nenek Nawang yang telah meninggal. Ia telah mengetahui siapa sketsa wajah yang sering ia lukis dan kisah masa lalunya. Wanita yang ia kira sebagai bidadari cantik tak lebih hanyalah wanita simpanan. Sangat pahit kenyataan yang ia terima dan tentu saja ia seketika membenci ibunya. Nawang pun pamit dari rumah Wulan dengan meninggalkan selembar surat untuk Wulan. Ia pun pamit kepada penjaga rumah.

Nawang menangis saat tiba di rumah Melati. Ia tak menyangka menjadi anak haram dan memiliki ibu yang merupakan perusak rumah tangga orang lain. Keluarga Melati terlalu baik untuk Nawang. Ia ingin segera pulang dan pamit dari rumah Melati. Saat hendak membereskan pakaiannya, telepon berdering dan mama Melati berkata bahwa Melati tidak sadarkan diri. Ia meminta Nawang pergi ke rumah sakit dan membawa beberapa barang. Nawang pun segera bergegas menuju rumah sakit.

Saat tiba di rumah sakit, Nawang melihat kondisi Melati yang sudah siuman. Ia banyak diam sehingga mama Melati pun menanyakan kondisi Nawang. Nawang berkata bahwa ia sedikit rindu rumah dan ingin pulang. Melati pun membolehkan Nawang pulang dan berjanji akan mengantar Nawang ke stasiun bersama Raka.

Hari itu pun tiba. Nawang diantar ke Stasiun Gambir oleh Melati dan Raka. Tak disangka Melati memberikan hadiah lukisan bidadari kepada Nawang. Melati sangat takjub dengan lukisan Nawang saat lomba melukis dahulu. Lukisan bidadari Melati memang dikhususkan untuk Nawang. Nawang menerimanya. Mereka pun berpelukan sebagai salam perpisahan. Nawang merasa nyaman berada di dekat keluarga Melati. Namun, di satu sisi ia merasa tidak pantas mendapat kenyamanan dari keluarga yang telah dihancurkan oleh ibu kandungnya.

Di lain tempat, mama Melati telah mencari informasi mengenai wanita simpanan suaminya beserta anak mereka. Ia telah mengetahui bahwa Nawang adalah anak dari Wulan dan suaminya. Ia merasa takjub dengan Nawang yang dapat tumbuh dengan baik meskipun tanpa pendampingan orang tua. Selain itu, ia juga merasa sedih atas masa lalu Nawang. Ia memikirkan Nawang dan mengikhlaskan suaminya untuk menikah dengan Wulan agar suatu saat pernikahan Nawang sah secara agama. Namun, pernikahan tersebut tidak diterima oleh Melati. Melati hanya ingin Papa dan Mama berpisah. Akibat keputusan mama Melati untuk berbagi suami, Melati jatuh sakit dan tak lama ia dinyatakan meninggal.

Mama Melati telah ikhlas atas kepergiaan Melati. Namun, ia meminta Wulan agar dapat ikut andil dalam merawat Nawang. Wulan tentu saja setuju. Ia merasa sangat malu atas semua kejadian ini. Satu hal yang ia inginkan hanyalah memiliki hubungan yang baik dengan Nawang. Ia tidak menginginkan hal lainnya. Namun, Wulan sadar bahwa Nawang sangat membencinya. Wulan pun merasa berterima kasih kepada mama Melati karena ingin membantu merawat Nawang.

Wulan membaca surat yang ia temukan di rumahnya. Ya, itu adalah surat yang berasal dari Nawang. Tidak membuang waktu ia pun segera mengunjungi Nawang di rumah kayunya. Nawang mengusir Wulan ketika wanita itu muncul pertama kalinya di hadapannya. Ia tidak ingin melihat ibu kandungnya. Wulan berkali-kali meminta maaf kepada Nawang dan mengatakan bahwa ia sangat mencintai Nawang. Namun, Nawang tidak sanggup untuk berhadapan dengan Wulan. Ia pun masuk ke dalam rumah kayu dan menutup pintu rapat-rapat. Nawang mengalihkan kekesalan tersebut dengan berbenah pakaian yang berada di koper saat ia pergi ke rumah Melati. Ia menemukan sebuah surat yang berasal dari mama Melati. Dalam surat tersebut, mama Melati berkata bahwa ia telah mengetahui jati diri Nawang. Mama Melati tidak marah. Ia sangat bangga kepada Nawang. Di dalam surat tersebut pun terdapat cerita saat Wulan berusaha mempertahankan janin Nawang ketika papa Melati menginginkan Wulan untuk mengugurkannya. Mama Melati memberikan nasihat bahwa Wulan sangat mencintai Nawang. Nawang pun menangis. Ia sedikit tak enak hati atas perlakuannya terhadap Wulan beberapa saat yang lalu. Dalam hati kecilnya ia ingin meminta maaf. Namun, itu bukan sekarang. Nawang membutuhkan waktu.

Perselingkuhan membawa banyak kerugian. Keluarga, kerabat, dan diri sendiri mengalami dampaknya. Namun, yang paling terdampak adalah anak. Anak akan merasa sangat terpuruk ketika mengetahui bahwa orang tuanya berselingkuh. Mereka akan merasa tidak berguna dan tidak berarti. Pun sama halnya dengan anak-anak hasil perselingkuhan. Kelak mereka akan merasa terhina karena perbuatan orang tuanya. Mereka pun merasa tak pantas hidup dan bahagia karena merasa telah menghancurkan keluarga lainnya. Perselingkuhan merupakan kesalahan yang dilakukan orang tua, tetapi anak ikut menanggung beban. Perselingkuhan bukanlah hal yang dapat dinormalisasikan. 

Aisyah Aulia Salsabila

Aisyah Aulia Salsabila, seorang wanita 23 tahun yang suka membaca dan kerap berfikir menjadi penulis. Sejak 2021, ia mulai menekuni bakatnya dengan mengikuti beberapa lomba kepenulisan. Lomba kepenulisan yang kerap ia tulis berisi cerpen.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa